[1]
Saya masih ingat, dulu, saat mau berangkat merantau ke
Purwokerto, untuk kuliah. Saat itu Bapakku mendekatiku yang sedang prepare. Dia berbisik ringan dengan
kata-kata yang dalam makna. Kata-kata yang masih saya ingat sampai sekarang.
Bapak : Cepat lulus,
ya!
[Saya yang masih remaja dan egois tidak menjawab. Terus
merapikan pakaian]
Bapak : Cepat lulus,
ya!
[Saya menatap Bapak saya, bukanya menjawab, malah bertanya]
Saya : Kenapa saya
harus cepat lulus?
Bapak : Biar cepat
kerja jadi guru.
Saya : Kenapa saya
harus cepat kerja jadi guru?
Bapak : Biar cepat
dapat uang dan bantu Adik-adikmu.
Saya : Kenapa saya
harus cepat dapat uang dan bantu Adik-adikmu..
Bapak : Biar Bapak-Ibu bangga dan bahagia punya anak
kamu.
SAYA DIAM. SAAT ITU, SAYA YANG SOK IDEALIS BERKATA DALAM
HATI:
ITU…UJUNG-UJUNGNYA PUNYA TUJUANKAN.
Saya saat itu sedang sangat suka baca buku-buku filsafat,
jadi ingat ungkapan:
TIDAK ADA YANG BEBAS NILAI
Bapak-Ibu, orang paling mulia di mata saya pun punya maksud
dan tujuan. Sekalipun dengan atas nama orang lain. Tapi, ujung-ujungnya
kesenangan DIRI.
Saya pun jadi ingat. Tadi siang baru berdialog dengan
seorang teman relawan dari Thailand.
Saya : Apa kau suka padaku sebagai guru
di RKWK? [jawab jujur]
Relawan : Suka
–lah.
Saya :
Apa alasannya?
Relawan : Pak Guru bisa memberi apa yang
saya butuhkan. Saya minta diajari menulis, Pak Guru mau. Saya minta alamat
media massa dan penerbit, Pak Guru memberi. Padahal teman-teman saya sendiri
yang nyastra, sepertinya sengaja menyembunyikan yang saya minta. Tidak mau
membantu saya.
Relawan suka pada saya karena saya bisa memberi apa yang
dibutuhkannya. Saya tidak marah. Saya senang. Saya bahagia. Karena kesadaran
saya:
MANUSIA ITU PUNYA MOTIVASI. MOTIVASI PALING DASAR ADALAH
TERPENUHI KEBUTUHAN SENDIRI…
Suatu sore, saat hujan lebat, saya kumpulkan anak-anak di
dalam rumah. Saya ingin bertanya pada mereka tentang diri saya.
Saya : Apa yang
membuat kalian suka di RKWK.
[Otomatis jawaban anak-anak ditujukan pada saya]
Latif : Di sini
banyak makanannya.
[Latif sangat hobi makan, itu yang membuat saya suka
padanya]
Affan : Di sini sering
ada hadiah.
Wiwi : Pak Guru baik,
sih.
Aisah : Pak Guru
mengasyikan.
[Jawaban yang indah terdengar dari Juli]
Juli : Di sini, dengan Pak Guru, kami jadi
kenal sesama teman. Bermain bersama. Padahal dulu saya gak kenal dia.
[Tunjuk
Juli pada teman-temannya]
Anak-anak punya motif yang jujur dalam menyukai RKWK.
Menyukai diri saya. KARENA KESENANGAN DIRI MEREKA SENDIRI.
Apakah saya harus marah:
TIDAK
Saya malah mengelus dada. Senang. Bahagia. Anak-anak datang
ke sini dengan niat mendapatkan makanan, bertemu teman yang asyik, dan lain
sebagainya. Ini sungguh indah karena mereka akan senang di rumah saya.
[Saya akan ajukan pertanyaan untuk diri kita sendiri. Apakah
sama perasaan Anda jika menemui saya karena saya PAKSA dengan karena saya
MEMBERIKAN hadiah. Tentu tidak sama. Anda akan sama-sama datang menemui saya.
Tapi yang datang menemui saya dengan adanya hadiah jauh lebih santai dan rileks
menyenangkan. Sedangkan yang datang karena paksakan pasti akan menemui dengan
ketakutan]
PADAHAL KEADAAN DIRI ANAK SANGAT MENENTUKAN BELAJAR ANAK!
[Sholatnya anak yang karena ditakut-takuti neraka akan
berbeda dengan anak yang sholat karena membayangkan surga. Yang tsholat karena
takut neraka akan membawa tekanan, sedangkan yang karena ingin mendapat surga,
pasti lebih senang dan riang sholatnya]
INILAH IMPLIKASI MOTIVASI AWAL!!!
Inilah barangkali yang disebut Kohlberg sebagai tahap
penalaran moral [orientasi kesenangan jauh lebih baik dari pada hukuman]
Di sinilah fase anak sedang terjadi. Jadi bagi saya,
mengajar harus memperhatikan fase-fase perkembangan anak.
Yang mengganggu pikiran saya, bisa jadi ditanyakan
teman-teman, kenapa saya sering mengajak anak-anak makan di rumah…
Saya punya pengalaman buruk soal ini.
Dulu waktu kecil saya punya tetangga yang kaya raya karena
dia pegawai bank. Anaknya seusia umuran saya, sehingga saya sering main ke
rumahnya. Yang paling saya suka dari dia adalah televisinya. Saya sering nonton
TV padanya.
Karena sering menonton TV, saya jadi sering aktivitas makan
keluarga teman saya.
Sungguh untuk ukuran itu, makan keluarga teman saya sangat
istimewa. Setiap kali saya meliat keluarga itu makan:
AYAM GORENG.
BUAH-BUAHAN.
SUSU.
Saya selalu iri. Saya ingin sekali makan buah itu. Makan
Ayam goren itu. Makan buah-buah. Sungguh nikmat.Tapi apa daya:
ITU TIDAK PERNAH TERJADI.
Barangkali saya dianggap terlalu kecil. Saat itu saya
protes, tidak adakah yang tahu:
ANAK KECIL JUGA PUNYA HASRAT..
Kejadian ini menumpuk. Mengental. Membentuk diri saya. Yang
selalu tidak tega, jika melihat anak-anak melihat makanan di rumah, tapi tak
menikmatinya. Saya ingat masa lalu yang pilu.
Saat inilah yang saya rasakan. Saya tidak tahu kenapa saya
melakukan ini.
PASTI PUNYA TUJUAN
YA, JELAS.
Tapi, pentingkah tujuan itu disampaiakan. Saya takut menjadi
teori, yang akan memerangkap saya…
Soal ini, saya pernah ditanya, anak didik saya saat masih
tinggal di perumahan. Dia bertanya sederhana.
KENAPA PAK GURU MAU MAIN DAN MAKAN BARENG DENGAN ANAK-ANAK?
PADAHAL ORANGTUA DI SINI TIDAK ADA ORANGTUA YANG MAIN DAN MAKAN BARENG DENGAN
ANAK-ANAK…
Saya menjawabnya tersenyum. Saya hanya katakan:
KARENA SAYA SUKA DENGAN ANAK-ANAK
[dalam hati saya berkata: karena kalianlah guru saya]
Anak itu tidak puas. Tapi juga tidak memperpanjang
persoalan. Ngapain? Lebih baik
bermain bersama. Akhirnya, kami pun bermain bersama. Dan bersenang-senang
bersama.
INDAH SEKALI…
Kami melupakan pertanyaan itu. Kami bermain. Bermain.
Bermain. Mereka senang. Saya senang. Kemudian, kami makan sekadarnya. Sekadar
menghilangkan capai. Sekadar untuk menjalin keakraban.
MAKAN ADALAH MEDIA KEBERSAMAAN PALING EFEKTIF UNTUK
MENGETAHUI: KAU DAN AKU SAMA. TEMAN. SAHABAT.
Saya : Ini
mendoannya buatmu.
Anak : Pak Guru apa?
Saya : Tahu.
Anak : Makan tahu
sama cabai. Pak Guru sok tahu dan lebaiiii…
[Kami tertawa riang]
INDAH SEKALI.
SEDERHANA SEKALI KEBAHAGIAAN ITU.
YANG RUMIT ADALAH BERPIKIRNYA.
DAN ANAK: SEDERHANA BERPIKIR DAN HARAPNYA
BERMAIN….
Selesai makan. Kami duduk bersama. Pulang:
MENGENANG INDAHNYA HARI INI.
Tidak jarang saya sering meneteskan air mata. Tidak bermain
dengan anak-anak rasanya ada yang hilang.
Seeorang relawan pernah berujar dengan jujur saat ia hendak
ke Bali selama beberapa hari.
Relawan : Sedihnya
lima hari tidak akan bertemu dengan anak-anak.
Saya tersenyum senang. Ternyata ada teman yang se-rasa
dengan saya.
MENCINTAI ANAK-ANAK
[Ini juga yang memotivasi saya ingin mempunya anak banyak]
Ha-ha-ha
[*]
Sesuatu banget >.<
BalasHapushehehe
banget sesuatu, :) hehe
Hapusberawal dari pengalaman ya,hehe
BalasHapusiya, sebuah pengalaman yang membentuk seseorang menjadi lebih baik tentunya
Hapus