[Maaf,
FREDDI Nama Bukan Sebenarnya]
Saya mengajar Menulis Puisi dengan Tekniik Demonstrasi. Tema kali ini adalah Ibu. Saya membacakan puisi spontan tentang Ibu. Anak-anak menyimak dengan baik.
Usai membaca saya bertanya: Apa kalian bisa menulis puisi tentang ibu yang seperti pak guru bacakan.
Semua anak menjawab: BISA!
Saya senang.
[Mereka bisa memahami pola dan isi]
Dengan gayanya masing-masing. Anak-anak berpencar menulis. Ada yang sambil teriak-teriak, menari, menyendiri, bergurau. Saya biarkan karena memang begitu gaya anak-anak menulis. Selalu sambil bermain.
Sudah! saya memberi peringatan.
Sudah! Jawab sebagian anak.
Saya langsung memberi motivasi: SIAPA YANG MAU MEMBACAKAN KARYANYA DAN PUISINYA DAPAT BINTANG!
Anak-anak berebutan unjuk kebolehan. Dan saya senang.
Satu per satu mereka maju.
Sampai giliran Fredi. Dia maju membacakan puisi tentang kasih sayang ibunya.
Diakhir pembacaannya, temannya menyletuk: Apa koen ngerti ibumu?
Fredi tampak bingung. spontan matanya hendak berkaca-kaca.
Saya langsung menengahinya. Saya Alihkan momen ini.
Saya mengajar Menulis Puisi dengan Tekniik Demonstrasi. Tema kali ini adalah Ibu. Saya membacakan puisi spontan tentang Ibu. Anak-anak menyimak dengan baik.
Usai membaca saya bertanya: Apa kalian bisa menulis puisi tentang ibu yang seperti pak guru bacakan.
Semua anak menjawab: BISA!
Saya senang.
[Mereka bisa memahami pola dan isi]
Dengan gayanya masing-masing. Anak-anak berpencar menulis. Ada yang sambil teriak-teriak, menari, menyendiri, bergurau. Saya biarkan karena memang begitu gaya anak-anak menulis. Selalu sambil bermain.
Sudah! saya memberi peringatan.
Sudah! Jawab sebagian anak.
Saya langsung memberi motivasi: SIAPA YANG MAU MEMBACAKAN KARYANYA DAN PUISINYA DAPAT BINTANG!
Anak-anak berebutan unjuk kebolehan. Dan saya senang.
Satu per satu mereka maju.
Sampai giliran Fredi. Dia maju membacakan puisi tentang kasih sayang ibunya.
Diakhir pembacaannya, temannya menyletuk: Apa koen ngerti ibumu?
Fredi tampak bingung. spontan matanya hendak berkaca-kaca.
Saya langsung menengahinya. Saya Alihkan momen ini.
SUDAH, PUISI FREDI sangat bagus HEBAT puisi yang seperti ini bisa dimuat...TEPUK TANGAN!
[dan kata-kata saya benar, puisi itu dimuat di Yunior Suara Merdeka]
Usai bermain menulis puisi. Saya dekati anak itu. Saya ajak bicara. Dia pun bercerita dengan bahasa anak-anaknya.
[IBU SAYA PERGI SEJAK SAYA MASIH KECIL PAK. GAK TAHU KEMANA...(kata-katanya menyiratkan kesedihan yang akut...hati saya menangis). SAYA JUGA TIDAK TAHUSEPERTI APA IBU SAYA SEKARANG. SAYA TINGGAL DENGAN BAPAK DAN KAKEK-NENEK]
Subhanalloh.....
Saya Langsung Menatap dan mengusap kepalanya dan bilang: TAPI FREDI HARUS TETAP SAYANG SAMA IBU. PAK GURU YAKIN SUATU SAAT FREDI AKAN BERTEMU IBU. DAN SAAT ITU FREDI SUDAH JADI ORANG HEBAT....SUDAH JADI DOKTER (karena cita-citanya ingin menjadi dokter)
Senyum mengembang.
Saya Ikut Bahagia.
Terima kasih Pak Guru...katanya seraya mencium tangan saya dan pulang.
[SAYA LANGSUNG MEMPUNYAI KEYAKINAN: SAYA HARUS BEKERJA LEBIH KERAS UNTUK RUMAH KREATIF INI. SAYA INGIN MEREKA ANAK-ANAK PUNYA MASA DEPAN YANG LEBIH BAIK. BISA MERAIH CITA-CITA YANG MEREKA MIMPIKAN. BISA SEKOLAH SAMPAI TINGGI]
Ya, Alloh berikan yang terbaik pada anak-anak RKWK! Anak-anak Indonesia!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar